[OS] Like A Lovebird

like-a-lovebird_priskila_melurmutia

 

Like A Lovebird

Writing by Priskila (@priskilaaaa)

Seo Joo Hyun [GG] – Kim Joonmyun [EXO K]

Ficlet | Teen | Romance – Angst

Disclaimer:

I don’t own the cast. But the storyline and the plot is mine. Everything here belongs to God and their family, their agency too. I just used their physical representation. 

Note:

Lagi dan lagi, aku berniat buat FF ini pas lagi bangun tidur-.- Oke, seperitnya otakku bermasalah banget. Kali ini castnya SuSeo \(^o^)/ Aku lagi jatuh cinta banget sama Suho nih ;;)

Maklumilah untuk typo dan alur yang kecepatan ya. Wkwkwk xD

Big Thanks to Melurmutia Eonni dan Cafe Poster untuk posternya yang keceeh… Makasih Eonni!!

Last, hope you like!

“Karena Lovebird adalah lambang kesetiaan”

Langkah lelaki berambut hitam legam itu tampak terburu – buru menyusuri koridor rumah sakit. Kim Joonmyun terlihat begitu khawatir sekarang. Bagaimana tidak? Dia sangat terkejut saat mendapati ruang rawat ibunya kosong, menyisakan bantal dan selimut yang berantakan. Joonmyun menelan ludah, takut terjadi sesuatu yang buruk pada wanita yang telah melahirkannya itu. Beberapa kali dia bertanya pada para perawat, dan dibalas dengan kata bahwa mereka tak tau.

 

Dan Joonmyun semakin khawatir.

 

Pemuda itu setengah berlari sambil berharap dapat menemukan ibunya secepat mungkin. Hingga secara tak sadar, kakinya telah membawanya ke halaman belakang rumah sakit yang sangat luas dan asri. Joonmyun sedikit tergugah melihat pemandangan di sana, namun dia tak begitu memperhatikan karena sibuk mencari ibunya itu. Dia mulai celingukan mencari sosok wanita itu, hingga…

 

“Ahahaha. Lucu sekali—“ Mata Joonmyun melotot ketika mendengar tawa ibunya yang membahana. Tawa yang terdengar ringan. Joonmyun bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ibunya tertawa seperti itu.

 

“Eomma!” Lelaki itu memanggil dan menghampiri ibunya yang tengah duduk di bawah pohon yang cukup besar. Namun sepertinya beliau tidak mendengarkan.

 

“Ne, ahjumma. Adikku itu memang mejengkelkan sekali. Dia memaksaku untuk makan, padahal aku sudah sangat kenyang!” Joonmyun menghentikan langkahnya ketika menyadari bahwa ibunya tak sendiri. Ada seorang wanita – ah tidak, seorang gadis berambut panjang bergelombang yang sedang menemani ibunya itu. Wajah gadis itu terlihat bercahaya di matanya, ah… apakah dia malaikat?

Joonmyun terpaku sejenak ketika secara tak sengaja, kala gadis itu masih asyik tertawa bersama ibunya, gadis itu menengok pada lalu tersenyum setelah beberapa detik tampak keheranan melihat Joonmyun. Senyum yang sangat manis dan mampu membuat pipi Joonmyun merona.

 

“Oh, Joonmyunnie!” Sang ibu ternyata ikut menengok dan kemudian memanggil anak semata wayangnya itu. Joonmyun terhenyak, lalu cepat – cepat menghampiri ibunya itu dan memasang wajah sebal “Eomma kemana saja, eoh? Membuatku cemas saja!”

 

Bukannya balas menjawab, sang ibu malah tertawa terbahak – bahak. Setelah meredam tawanya, wanita paruh baya itu berkata, “Maaf. Tapi tadi aku bertemu dengan Joohyunnie. Dia mengajakku kesini dan bercanda bersama. Anaknya lucu sekali, Joonmyunnie.” Ibu Joonmyun atau yang lebih sering dipanggil Ms. Kim itu tersenyum geli pada gadis yang ternyata bernama Joohyun itu.

 

“Anio, ahjumma. Ahjumma terlalu berlebihan” sahut Joohyun malu – malu. Kedua mata bulat milik Joohyun itu terangkat dan menatap Joonmyu dengan iris matanya yang menenangkan. Dan lagi, mata itu membuat saraf – saraf Joonmyun seperti berhenti berfungsi.

 

“Ah, kau memang lucu kok, sayang. Pasti bahagia sekali jika aku punya anak sepertimu, tidak seperti anak ini yang selalu mencerewetiku tentang obat dan makanan. Yah, mentang – mentang dia sedang kuliah kedokteran” kata Ms. Kim sambil menyindir anaknya itu. Namun memang dasarnya Joonmyun yang tidak memperhatikan, lelaki itu tak menjawab sama sekali ataupun melempar protes pada ibunya. Dia masih tersihir pada pesona yang dikeluarkan Joohyun.

 

“Ahjumma…” Pipi gadis itu merona merah. Sangat merah, persis seperti kepiting rebus. Sesaat kemudian mereka kembali bercanda dan bergurau, sedangkan Joonmyun hanya duduk di samping ibunya itu sambil sesekali melirik pada gadis manis yang menarik perhatiannya itu.

 

Sejak hari itu, hubungan Joohyun dan Ms. Kim semakin dekat. Mereka sering bercanda satu sama lain dan juga menjenguk kamar masing – masing. Joohyun sebenarnya adalah pasien rumah sakit ini juga. Gadis itu telah mendekam dalam rumah sakit ini selama kurang lebih enam bulan lamanya, dan waktu itu cukup membuatnya hafal akan rumah sakit ini. Hingga secara tak sengaja, ketika dia bertemu dengan ibu dari Joonmyun yang terlihat lesu, gadis itu langsung akrab dengan ibu berhati muda itu.

 

Dan seperti hari ini, Joohyun mengunjungi kamar dari Ms. Kim. Mengajaknya bercanda dan menyuapkan makanan. Bahkan jika orang awam melihat, mereka akan terlihat seperti sepasang ibu dan anak perempuannya.

 

“Eomma—“ Joonmyun membuka pintu ruang rawat ibunya, lalu melangkah masuk. Pemandangan biasa jika dia melihat Joohyun datang ke ruang rawat ibunya dan menyuapkannya makan. Bahkan kehadirannya disini seperti tidak dibutuhkan lagi.

 

“Uhm? Waeyo, Joonmyunnie?” sahut Ms. Kim sambil mengunyah telur rebus.

 

“Taeyeon Noona sudah pulang dari Amerika, Eomma…”

 

“Oh, jinjja?” Alis Ms. Kim terangkat. “Dia tidak mengunjungi Eomma di rumah sakit?”

 

Joonmyun tersenyum tipis, “Dia sedang hamil tua, Eomma”.

 

“Huh, dasar anak itu…” Cuma begitu saja gerutuan dari sang ibu. Namun membuat Joonmyun melotot tak percaya. Biasanya ibunya itu akan langsung marah – marah karena sikap anak tertuanya yang kadang lebih mementingkan keluarga kecilnya dibanding ibunya yang masuk di rumah sakit. Namun kali ini, sang ibu hanya menggerutu sejenak lalu kembali bercanda dengan Joohyun. Bahkan Joonmyun sendiri tidak mengerti apa yang mereka candakan.

 

Joonmyun menghela nafas, lalu segera mengambil koran yang berada di nakas kecil samping ranjang ibunya. Lebih baik aku membaca daripada melamun tak jelas, pikirnya.

 

“Joonmyun oppa…” Tangan putih gadis itu terjulur memegang pundak pemuda yang sedang tertidur pulas itu. Seo Joo Hyun tersenyum kecil. Baru saja Ms. Kim tertidur, dan sekarang Joonmyun sudah tertidur juga. Benar – benar mirip, batinnya. Gadis itu menyentuh pundak Joonmyun dan menggoncangkannya, berharap pemuda itu segera bangun.

 

“Oppa…” Joohyun memanggil lagi dengan suara yang lebih keras namun lembut. Didekatkannya bibirnya pada telinga Joonmyun dan berbisik, “Oppa, bangun…”

 

“Unghh..” Joonmyun mendesah ketika nafas Joohyun menggelitiki pori – pori kulitnya. Dia bahkan semakin memejamkan matanya. Tawa kecil terdengar dari gadis itu. Joohyun berbisik lagi, “Oppa, Joonmyun oppa. Ireona~”

 

“Ahh…”

 

Desahan Joonmyun malah membuatnya semakin gencar untuk mengerjai lelaki itu. Dasar Seo Joo Hyun, gadis itu bahkan lebih membungkukkan tubuhnya dan berbisik, “Oppa-ya.. bangun” bisiknya disertai sebuah senyuman jahil. Beberapa kali dia meniup – niup telinga Joonmyun dengan hembusan nafas yang mampu membuat Joonmyun menegang dan mendesah.

 

“Unggh…”

 

“Oppa… Joonmyun oppa—“

 

GREP

 

“Saranghaeyo, Joohyun-ah. Saranghae”

 

Joohyun tergelak dan mengerjap beberapa kali. Gadis itu bahkan memandang Joonmyun dengan kening berkerut. Jelas sekali terdengar bahwa lelaki itu mengigau. Joohyun menggigit bibir bawahnya, “Maksudmu apa, Oppa?”

 

Joonmyun tetap tak berkutik. Bahkan dia terlihat sangat menikmati posisinya saat ini dengan Seohyun, dimana dia memeluk gadis itu erat di atas sofa ruangan. Dan dia tersenyum kecil. Dia masih tertidur, namun entah hal apa yang membuatnya tersenyum…

 

Oh, Joonmyun sepertinya sangat senang sekarang.

 

Mata itu mulai mengerjap. Kim Joonmyun memicingkan matanya merasakan dinginnya udara dalam ruangan ini. Sesaat dia tersadar, dia ketiduran hingga malam dan…

 

Joonmyun terbelalak begitu menyadari bahwa Joohyun tengah tertidur dalam dekapannya. Ya ampun! Joonmyun berusaha mengingat apa yang terjadi. Dia hanya mengingat mengenai mimpinya itu, dimana Joohyun sedang bermain bersamanya dan akhirnya dia… memeluk Joohyun. Jadi itu bukan mimpi?! Joonmyun semakin melotot. Matanya seperti hendak keluar dari cangkangnya saat itu juga.

 

“Jo—Joohyun” Nafas Joonmyun seakan tercekat ketika Joohyun melenguh pelan. Tanpa sadar dia bahkan mengeratkan pelukannya. Joonmyun menekuk wajahnya, berusaha memandang penampakan wajah Joohyun secara intens. Bahkan sudut bibir lelaki itu terangkat menyadari betapa sempurnanya Joohyun tercipta.

 

“Eunggh..”

 

“O—oppa?” Joonmyun mendadak panik ketika mata Joohyun terbuka secara perlahan. Menampakkan iris hitamnya yang mampu membuat tubuhnya membeku.

 

“Oh, Joohyunnie…” Pemudia itu tampak tergagap. Dengan segera, dilepaskannya dekapan tubuh Joohyun darinya. “Mianhae…” sambungnya.

 

Joohyun tersenyum canggung. Dia segera menegakkan tubuhnya diikuti Joonmyun. “Gwaenchana, oppa.”

 

Joonmyun balas tersenyum kecil. Dia mengusap tengkuknya berkali – kali. Rasanya udah disekitarnya dingin sekali.

 

“Oppa..” Suara Joohyun menyadarkannya.

 

Joonmyun berusaha bersikap biasa saja, “Oh, wae?”

 

“Oppa… kau ingat tidak kau bilang apa tadi?” Pertanyaan Joohyun membuatnya mengernyit bingung. Apa dia tadi mengatakan suatu hal pada Joohyun saat dirinya sedang terlelap?

 

Tampak menyadari bahwa Joonmyun tak mengerti padanya. Joohyun tersenyum, “Oppa, tadi bilag padaku kalau—“

 

Joohyun menundukkan kepalanya. Tampak malu – malu. “—Oppa mencintaiku”

 

“MWO?!” Sontak Joonmyun berteriak tak percaya, namun cepat – cepat Joohyun mengisyaratkan padanya bahwa ibunya itu sedang tertidur. Beruntung sang ibu tetap terlelap. Joonmyun mengatur nafasnya yang tak stabil. Gila, ini gila. Dia mengatakan dia mencintai Joohyun tadi? Saat tertidur?

 

“Oppa bilang saranghae padaku…” jelas Joohyun lagi. Semburat merah muda muncul di pipinya, membuat gadis itu terlihat persis seperti boneka barbie.

 

“Joo-joohyun..” Joonmyun masih shock.

 

“Itu benar, oppa?” Joohyun mengangkat wajahnya, menatap kedua mata Joonmyun dengan mata polosnya. Dan Joonmyun menganggap tatapan itu tatapan yang menyihir.

 

Joonmyun tak dapat menjawab. Tangannya bergerak mengusap wajahnya yang secara mendadak berkeringat, padahal jelas – jelas pendingin ruangan itu berfungsi dengan sangat baik.

 

“Joonmyun oppa…”

 

Joonmyun menoleh gugup. Mungkinkah ini saatnya untuk jujur?

 

“Joohyunnie…” Joonmyun menggigit bibir bawahnya. Gugup.

 

Tampak Joohyun tersenyum kecil. Dan hal itu membuat Joonmyun lebih gugup lagi. “Nado saranghae, oppa…”

 

“Mianhae. Jeongmal mianhae…”

 

Air mata itu terus mengalir deras, menyusuri pipi putihnya. Giginya berulang kali menggigit bibir bawahnya yang memerah. Dia terus terisak perih. Joonmyun menangis tak karuan, memegangi batu nisan marmer yang terpasang di atas gundukan tanah itu. Hatinya sangat merindu. Merindukan sosok seorang wanita yang sangat berarti.

 

“Oppa…”

 

“Eomma, mianhae. Maaf aku tidak menjagamu dengan baik. Mianhae, Eomma. Jeongmal mianhae…” tangis Joonmyun terus menerus. Kata – kata itu terus meluncur dari mulutnya. Berulang kali dia memeluk nisan Ms. Kim yang telah berpulang ke tempat YME.

 

“Oppa…” Joohyun – dia diijinkan keluar dari rumah sakit untuk hari ini – juga ikut menangis. Tujuh bulan lamanya menengal sosok ibu dari sang kekasih, membuatnya juga begitu kehilangan. Kini tak ada lagi wanita yang dapat dia ajak bercanda. “Eommanim…” bisik Joohyun lemah. Dirinya terisak, perih.

 

“Eomma… maafkan aku. Jangan pergi, Eomma. Eomma! Eomma!” Joonmyun meraung – raung. Dia sudah kehilangan Appanya. Dan itu cukup bagi dirinya. Dia tidak pernah mengharapkan Eommanya juga pergi. Dalam hati, Joonmyun menggeram. Geram dengan sikap kakaknya yang terlalu cuek dengan Eommanya. Bahkan saat pemakaman, kakaknya itu hanya berkunjung sekitar 20 menit lalu pergi – dengan alasan mengenai kehamilannya –

 

“Oppa, relakan..” isak Joohyun. Tangannya terus mengusap – usap punggung sang kekasih. Memberi ketenangan, walaupun dia tau Joonmyun takkan rela. Walaupun terkadang cuek, lelaki itu sungguh menyayangi sang ibu.

 

“Eomma, eomma.. Bukankah kau bilang Eomma mau melihat pernikahanku dengan Joohyunnie? Iya, kan? Eomma, kalau Eomma bangun, aku akan menikah dengan Joohyun. Ayo Eomma, bangun” Joonmyun mulai meracau. Dan hal itu membuat hati Seohyun sakit.

 

Kehilangan seseorang memang sangat menyakitkan.

 

“Oppa…”

 

Joonmyun hanya tersenyum menatap gadisnya yang kini sedang menempatkan kepalanya pada bahu bidangnya. Kini mereka sedang berada di taman belakang rumah sakit. Tempat pertama kali mereka bertemu.

 

“Oppa…” Joohyun mulai merajuk karena Joonmyun tak memberikan jawaban sama sekali. Lelaki itu hanya tersenyum padanya, saja. Namun Joohyun ingin yang lebih.

 

“Wae, Hyun-ah?” Joonmyun menanggapi, dan itu mengundang senyum Joohyun untuk merekah lebar. Gadis itu mendongak menatap Joonmyun, “Oppa lihat deh di pohon itu…” Tangannya menunjuk pada sebuah pohon plum yang tumbuh di taman itu.

 

Joonmyun mengangkat kepalanya, arah pandangnya mengikuti apa yang gadisnya tunjuk, “Sangkar burung?”

 

“Burung lovebird, oppa…” jelas Joohyun.

 

Joomnyun mengernyit tak mengerti. Lovebird? Rasanya dia pernah mendengar nama itu, tapi tidak tau bagaimana rupa dan mengira burung itu hanya khayalan para pasangan. Tapi ternyata sungguh ada?

 

Joohyun terkekeh kecil melihat ekspresi kekasihnya itu. Joonmyun terlihat heran sendiri. “Oppa tidak tau lovebird?”

 

“Burung cinta, kan? Burung – burung itu saling mencintai? Lalu apa spesialnya mereka?” celoteh Joonmyun tak mengerti.

 

Joohyun tertawa, “Oppa sungguh tak tau?” tanyanya lagi dengan nada geli. Dan Joonmyun menggeleng.

 

“Oppa…  Hahaha…” Joohyun masih saja tertawa, lalu mencubit kedua pipi Joonmyun gemas.

 

“YA!” seru Joonmyun tak terima sambil tangannya mengusap – usap pipinya yang dicubit gemas oleh kekasihnya itu. Dia ditertawakan? Yang benar saja.

 

“Maaf,hihi” Joohyun berusaha meredam tawanya, lalu kembali bersandar pada bahu Joonmyun, “Lovebird itu burung yang setia, Oppa.” Jelasnya.

 

“Banyak kekasih yang mengandaikan hubungan mereka seperti Lovebird..” sambung Joohyun.

 

“Kenapa?”

 

“Karena Lovebird itu burungyang sangat setia. Apabila sang betina meninggal, maka sang jantan akan depresi, lalu meninggal juga, Oppa. Jadi, mereka itu setia pada pasangannya. Tak seperti hewan atau burung lain yang bila pasangannya pergi, akan mencari pasangan yang lain. Romantis, kan, Oppa?” Joohyun mengulum senyum.

 

“Aku juga ingin hubungan kita seperti itu. Aku berharap Oppa setia padaku, walaupun aku tau itu sulit” Joohyun menunjuk dada Joonmyun, lalu menggambar bentuk hati disana. “Aku cinta sama Oppa”

 

Joonmyun mendengus. Lalu terkekeh, “Kau kenapa, sih? Hey, aku juga cinta padamu. Dan aku janji.” Kedua tangannya bergerak menangkup wajah Joohyun, memaksa gadis itu agar menatap dirinya.

 

“Janji apa?”

 

“Aku berjanji akan setia padamu? Seperti burung Lovebird, kan?” Ucapan Joonmyun sontak membuat senyum Joohyun merekah. “Oppa janji?” tanyanya semangat dan dengan sinar mata yang berkilat senang. Joohyun menjulurkan jari kelingking kanannya.

 

Joonmyun mengangguk mantap, “Yaksok” ujarnya lalu menautkan kelingkingnya dengan kelingking Joohyun.

 

 

Bukannya Joonmyun tidak tau atau bodoh, dia sadar betul akan penurunan kondisi Joohyun akhir – akhir ini. Dia hanya berpura – pura, menutup mata dan telinganya akan semua keluhan dan fisik Joohyun yang sangat berbeda dari yang pertama kali mereka bertemu. Rambut yang merontok hingga menyebabkan rambut Joohyun hanya tinggal beberapa helai membuatnya sadar betul gadisnya itu sakit keras.

 

“Nona Joohyun mengidam penyakit kanker otak. Dan kanker itu sudah sangat ganas, sudah mencapai stadium 4. Hanyalah mujizat yang dapat membuatnya kembali sehat” Ucapan dokter tua yang merawat Joohyun membuat langkah Joonmyun terseok – seok menuruni tangga rumah sakit. Sumpah demi apapun, dia tidak pernah berharap hal ini benar adanya.

 

Tidak, jangan. Joohyunnya sehat. Selalu sehat.

 

Tanpa sadar, langkah kakinya kembali membawanya ke ruang rawat Joohyun yang terletak di lantai dua rumah sakit itu. Joonmyun mendongak menatap nanar pintu ruang rawat itu. Rasanya dia tak mampu mengatakan hal ini pada Joohyun.

 

“Oppa?”

 

Joonmyun terkesiap ketika menyadari Joohyun membuka pintu terlebih dahulu. Senyumnya yang ceria terlukis di wajahnya yang manis. “Oppa sedang apa berdiri disitu?”

 

Joonmyun tersenyum kecil. Berusaha terlihat dirinya baik saja. “Tadi aku mau masuk, tapi kau sudah membuka pintu duluan. Hehe”

 

“Jinjja? Oh ya Oppa, ayo ke taman..” ajak Joohyun sambil menggandeng tangannya pergi. Joonmyun terdiam, matanya melihat rambut panjang Joohyun yang sudah sangat tipis.

 

Ya Tuhan, sungguhkah Joohyunnya sudah separah ini? Bibirnya pucat dan matanya terlihat membengkak. Joonmyun berusaha menutup matanya akan hal ini. Dia tak sanggup.

 

“Oppa, kau kenapa?” Suara Joohyun merusak konsetrasinya. Joonmyun tersenyum lirih, tangannya bergerak mengelus pelan rambut Joohyun dan berakhir dengan sejumput helai rambut yang tergenggam oleh tangan Joonmyun.

 

Joohyun terdiam melihat tangan Joonmyun yang penuh dengan rambutnya yang telah rontok. Sesaat kemudian, mereka terdiam bersamaan. Joohyun mendesah pelan. Tak terasa sudah 2 tahun lamanya dia berdiam disini.

 

“Oppa…” ujarnya membuka suara.

 

Joonmyun tak merespon. Tatapan lelaki itu ada, namun terlihat kosong. “Kenapa… kau tidak pernah bilang padaku kalau kau sakit kanker, Hyun? Kenapa kau menyembunyikannya?”

 

Nafas Joohyun seakan tercekat. Jantungnya seolah berhenti bekerja detik itu juga. Namun dia hanya melukis sebuah senyum lirih, “Aniya. Aku tidak menyembunyikannya—“

 

“Lalu apa?! Kenapa kau tidak pernah bilang padaku kalau kau anak yatim piatu?! Kenapa, Hyun?!” pekik Joonmyun tak terima. Begitu banyak fakta yang tersembunyi darinya.

 

Lagi – lagi Joohyun hanya tersenyum lirih, “Mianhae, Oppa. Aku hanya takut…”

 

“Takut?”

 

“Aku takut Oppa meninggalkanku. Aku takut. Aku terlanjur sayang pada Oppa, dan aku tidak mau Oppa meninggalkanku karena fakta ini. Aku sadar betul kalau sebenarnya Oppa itu orang kaya, punya banyak uang dan terpandang. Sementara aku, aku hanya anak yatim piatu yang hidup karena belas kasihan orang. Makanya aku memendam fakta itu, aku takut Oppa marah lalu ninggalin aku. Maaf, Oppa” Joohyun mulai terisak lirih. Menyisakan Joonmyun yang tampak terlalu terkejut. Begitukah? Karena dirinya?

 

Dengan cepat, Joonmyun meraih Joohyun ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu dalam dan mengecup puncak kepalanya berulang kali, “Aku tidak akan meninggalkanmu, Hyun. Aku sudah berjanji. Aku selalu bersamamu”

 

“Hiks, hiks. Mianhae, Oppa. Mianhae”

 

“Gwenchana… Aku bersamamu”

 

“Kim Joonmyun, apakah kau bersedia menerima Seo Joo Hyun sebagai istrimu, sebagai seorang pendamping hidupmu baik dalam suka maupun duka bahkan hingga maut menjemput?” Suara pendeta tua namun penuh wibawa itu membahana di seluruh sudut gereja. Menghadapkan pertanyaan pada sepasang kekasih yang memutuskan untuk mengikat kasih hingga ke altar.

 

“Ya. Saya bersedia.” Jawab lelaki berbalut tuxedo hitam dengan lantang. Kim Joonmyun namanya. Pendeta itu tersenyum kecil – tampak puas dengan jawaban yang penuh keyakinan. Kemudian, dia beralih pada gadis yang ada di sebelah Joonmyun. Gadis yang nampak lemah namun sekuat tenaga berusaha untuk kuat.

 

“Seo Joo Hyun, apakah kau bersedia menerima Kim Joonmyun sebagai suamimu, sebagai seorang pendamping hidupmu baik dalam suka maupun duka bahkan hingga maut menjemput?”

 

Untuk beberapa detik, Seohyun tampak menundukkan kepalanya. “Ya. Saya bersedia” bisiknya pelan disertai sebuah senyuman kecil.

 

Masih tak percaya dengan kenyataan bahwa mereka kini adalah sepasang suami istri. Joonmyun mengajaknya ke altar dan mengikat janji di hadapan hukum dan agama. Suatu pernikahan sederhana. Tak banyak tamu undangan yang datang, sebab mereka melangsungkan pernikahan itu di gereja dekat rumah sakit Joohyun dirawat. Hanyalah beberapa kenalan dan para medis yang menangani Joohyun yang hadir disana.

 

“Mempelai dipersilahkan untuk mencium pasangannya”

 

Joonmyun berbalik padanya. Menempatkan kedua tangannya pada pundaknya yang tertutup oleh dress putih yang sangat biasa. Mendekatkan dirinya lalu mengecup pelan bibir yang terlihat pucat itu. Sesaat setelah dia melepaskan ciuman kecil itu, Joonmyun tersenyum pada Joohyun. “Gomawo…”

 

Alir mata Joohyun seakan hendak mengalir saat itu juga. Dirinya tersentuh dengan tindakan Joonmyun yang begitu romantis padanya. Walaupun fakta bahwa dirinya adalah seorang pengidap kanker ganas dan yatim piatu, Joonmyun tetap menerimanya.

 

“Gomawo oppa…”

 

Para tamu yang terbilang sedikit dan bisa dihitung jari itu bertepuk tangan. Mereka berbalik menghadap tamu sambil bergenggaman tangan. Melempar senyum penuh bahagia. Sesaat, hari itu terasa begitu bahagia. Hingga..

 

BRUK

 

“Joohyun-ah!”

“Saranghae oppa.. Jeongmal saranghae”

 

Joonmyun terisak. Tak berpikir dirinya akan kembali ke tempat ini. Pemakaman. Dia tidak pernah berpikir untuk menginjakkan kaki, mengantarkan jasad orang lain yang telah tiada. Orang yang berarti dalam hidupnya.

 

Masih segar dalam ingatannya, ketika hari pernikahan yang seharusnya menjadi kebahagiaan itu terganti oleh tangisan. Seusai mengucap janji, secara mendadak Joohyun terjatuh dan pingsan di lantai gereja yang dingin itu. Beruntung karena ada beberapa medis disana, Joohyun segera dibawa ke rumah sakit, lengkap dengan pakaian pernikahannya.

 

Tak pernah terduga, akhirnya Joohyun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Setelah mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang saat diingat oleh Joonmyun, dapat menyebabkan aliran mata itu membentuk sungai kecil nan bening.

 

Saranghae oppa… Jeongmal saranghae

 

Joonmyun kembali menangis keras. Tak percaya bahwa gundukan tanah di sebelah makam ibunya yang telah pergi satu setengah tahun yang lalu adalah gundukan istrinya sendiri. Kim Joo Hyun.

 

Dia benci. Benci pada dirinya sendiri. Menyesal akan tindakannya sendiri. Andai saja saat itu dia bersikeras untuk menikah di rumah sakit saja, pasti Joohyun masih ada disisinya. Andai dirinya tidak memenuhi permintaan Joohyun untuk menikah di gereja, pasti semuanya akan baik – baik saja. Joohyun akan sembuh, dan mereka kini telah menjadi sepasang suami istri yang bahagia.

 

Namun Joonmyun hanya dapat berandai. Setidaknya semua itu takkan kembali terulang. Waktu telah berlalu dengan cepat dan takkan kembali lagi. Joonmyun mendongak menatap langit yang terlihat mendung. Sebentar lagi hujan rupanya, tapi terserah. Dirinya masih mau berada disini. Tinggal disini pun dia mau.

 

Dia mau menemani istrinya.

 

Citt citt citt

 

Dia mengalihkan pandangannya. Suara itu, suara cicitan burung yang terdengar sepertinya berasal dari pohon maple yang berdiri kokoh di atas tanah. Sesaat Joonmyun menyadari jenis burung itu.

 

Lovebird.

Burung lambang kesetiaan.

 

Ingatannya melayang pada saat mereka mengikat janji mengenai setia itu.  Berkaitan dengan burung yang nampak cantik dengan warna bulunya yang indah.

 

Karena Lovebird itu burungyang sangat setia. Apabila sang betina meninggal, maka sang jantan akan depresi, lalu meninggal juga, Oppa. Jadi, mereka itu setia pada pasangannya. Tak seperti hewan atau burung lain yang bila pasangannya pergi, akan mencari pasangan yang lain

 

Setia…

 

Joonmyun kembali menangis. Apakah aku sudah setia, Hyun?

“Direktur muda perusahaan Kim Corp, Kim Joonmyun, menghembuskan nafas terakhirnya di RS Interantional of Seoul tadi malam, pukul 23.10. Beliau meninggal akibat depresi berat karena ditinggal sang istri sembilan tahun silam. Hingga sekarang, diketahui Kim Joonmyun tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Jasadnya dikuburkan hari ini, di sebelah makam mendiang istrinya. Selain terkenal karena kesuksesannnya hingga mancanegara, beliau juga terkenal sebagai seorang lelaki yang baik dan setia.”

P.s:

Oke, aku memang paling enggak bisa buat yang namanya FF sad-.- baca ulang jadi gaje banget.

Oh yaaa, mungkin ada beberapa kesamaan format yang di akhir itu dengan FF lain. Aku enggak bermaksud plagiat kok. Soalnya bingung juga mau endingnya gimana, jadi ya akhirnya aku buat gitu.

Sekali lagi, thanks for read yaaa… komentarnya ditunggu 😀

2 respons untuk ‘[OS] Like A Lovebird

Tinggalkan komentar